Pagi itu sebercik kehangatan menelusuk ke
sela-sela pori-pori. Kehangatan sang matahari yang masih terbiaskan embun pagi
yang begitu tebal. Pemuda itu berjalan pelan menelusuri jalan setepak di antara
hijaunya daun padi. Ia kini menggegas langkahnya dan besiap meloncat, yaapp,
satu batu besar di antara jalan setapak di langkahinya. Jalannya kini terhati-hati
di antara derasnya air sungai melangkah di bebatuan sungai. Ia tak berhenti
sejenak, seperti kemaren. Langsung bergegas ke kebun.
Kebun jeruk
yang tersusun rapi terlihat menawan. Kebun jeruk ini memang terletak di
pinggir sungai, jadi suasana sejuk selalu terasa. Tak ada pagar ataupun
pembatas diantara sungai dan kebun. Kalo hendak ke kebun dali selalu melewati
sungai ini, walau seharusnya ia memutar lewat jembatan di sebelah hilir sungai
dan masuk ke kebun lewat depan. Ia lebih suka lewat sini lebih sejuk dan
nyaman.
Saung _yang
terletak di tengah kebun dengan desain tradisional dan beratapkan injuk_ ini satu satunya tempat
berteduh kalau badan mulai terasa lelah. Dindingnya terbuat dari bilik bambu
dengan sebagian ruangan yang sengaja di biarkan terbuka. Bangunan sederhana ini
memiliki dua ruangan, ruangan dalam dan ruangan luar. Di dalanya di fungsikan
sebagai dapur dan ruangan luar sebagai tempat istirahat dan bersantai atau juga
sesekali di gunakan untuk rapat.
Pemuda ini meletakan peralatan yang ia bawa
di samping saung. Tangannya kini mengenakan sarung tangan yang terbuat dari
karet. Kepalanya sudah terpasang cetok untuk penghalang dari teriknya sengatan
matahari. Ia mekangkah, hendak memeriksa semua kebun jeruknya. Tiba-tiba suara
yang tak ia kenal menyapanya
“
hey “.
Sapa seorang gadis sambil bergerak menuju
dali.
Yang di sapa tak menjawab. Hanya menengaokan
kepalanya seoalah melihat gadis kampung yang tak penting. Paling juga mau minta
sedikit jeruk fikirnya.
Gadis _dengan rambut coklat yang di ikat
kebelakng serta mengenakan topi di kepalanya dan memakai kemeja yang kancingnya
sengaja tak di kancingkan serta kaos putih bertuliskan virgin juga memakai
celana jeans yang robek-robek_ ini terlihat tomboi sekali. Bagaimana dali tidak
berfikir gadis ini gadis kampung. Juga terlihat dari cara jalannaya yang kayak
lelaki.
“ ada apa neng?. Kalo mau minta jeruk saya
belum metik, nie baru aja mau meriksa. Kalo mau beli jangan di sini, di pasar
aja sanah, di sini gk jual eceran sekilo dua kilo neng”
“ NONG NANG NENG NEEEENG, emang loe fikir gua
es nong nong apa”
Ketus
si gadis dengan nada kesal.
“ aduuh maaf neng eh teh, saya lagi buru-buru
ya, entar saya kasih deh sebungkus, saya harus kerja dulu teh, memeriksa
seluruh kebun jeruk ini”
“
eh , apa loe bilang, tadi loe ngatain gua es nong nong sekarang loe bilang tuh
tah teh teeh, apaan tuh emang gua teh botol apa”
Si
gadis semaki kesal.
“
yaudah deh mpok, saya berangkat dulu”
Ketus
dali gak peduli sambil nyelonong pergi.
“
eih, tunggu-tunggu gua ikut dong”
Kata
si gadis sambil mengikuti langkah dali.
Hari ini kebetulan hari panen. Di kebun yang
berurukuran tiga ribu meter persegi ini terdapat empat ratus pohon jeruk. Di
setiap sudut terlihat titik-titik orange di antara hijaunya dedaunan. Dali
melihat-lihat jeruk, memeriksa lalu memetik sebagian yang lain. Sementara si
gadis hanya memperhatikan dan sesekali bertanya.
“
kenapa gak loe petik semuanya, kan yang tadi juga udah sama warnanya tuh” tanya
si gadis dengan nada polosnya.
“ tau apa kamu soal jeruk, ya terserah saya
dong, saya yang nanam, saya yang ngurus,
saya juga yang metik, jadi mau metik yang mana aja ya terserah saya”. Ketus
dali tanpa menoleh ke arah si gadis sedikitpun. Walau sebenarnya ia memetik
jeruk tentunya dengan teorinya.
“ eih dasar kolot luh. gitu aja marah-marah” .
Dali segera melangkah dari satu pohon ke
pohon yang lain. sementara si gadis mengekor di belakangnya. Mata si gadis
sesekali memperhatikan wajah dali yang penuh dengan peluh keringat. Tangannya
memeriksa salah satu buah jeruk yang sudah matang, meniru apa yang di kerjakan
dali tadi.
“yang
ini sudah boleh di petik belum bang?”
tanyanya agak sedikit sopan.
“coba
lihat”.
Jawab dali sambil melihat jeruk yang hendak di
petik oleh si gadis.
“ boleh, petik saja terus masukin ke
keranjang” jawab dali setelah sedikit penelitian.
“ oke thanks ya, gua petik ya”.
Sinarnya tepat berada di atas segaris dengan
kepala. Keranjang yang tadi terlihat kosong kini telah penuh dengan buah jeruk
yang segar. Mereka berdua segara menepi ke saung melepaskan sedikit lelah di
bawah teduhnya atap injuk. Dali membaringkan tubuhnya di lantai yang terbuat
dari papan sementara si gadis duduk manis di sampingnya.
bersambung...