KAU TETAP YANG TERINDAH


 Subang tetap yang terindah. Meski berjuta masalah sedang di hadapai. Mulai dari sang bupati yang di tahan KPK karna korupsi. Merambat ke sektor pelayanan kesehatan yang buruk, karena dana BPJS yang gak kunjung turun. Sektor pendidikan pun tak jauh beda, bahkan sampai tak bisa di gambarkan, saking buruknya. Para pengajar PNS yang sering bolos, juga pungli yang berkeliaran. Ah sudahlah. Tak akan ada hentinya mulut ini membicarakan buruknya sistem pelayanan di kotaku. Tapi subang tetap kota yang terindah. 
  Udara sejuk khas perkampungan masih terasa. Kebun teh terhampar hijau di bukit-bukit permai. kabut tebal mengisi setiap lapisan udara. Sejuk. Ku hirup udara pagi yang masih bersih, lalu ku hembuskan dengan lega.
  Aku masih ingat persis waktu itu. Permainan yang paling ku gemari ketika berkunjung ke rumah neneku. Tempat neneku tak terlalu jauh dari rumahku di kota kabupaten. Hanya satu jam perjalanan menggunakan angkot. Perkampungan itu terletak di antara hutan bambu, lebih tepatnya di sebuah lembah yang lebat dengan pohon bambu. Rumah-rumah yang ada di sana juga semuanya terbuat dari bambu. Namun bukan itu yang membuat kunjunganku ke rumah nenek selalu ku rindukan. 
  Permainan seluncur bambu. Ya. juga kawan-kawan lamaku dalam permainan seluncur bambu. Permainanya sih sederhana. Cukup hamparkan potongan bambu, lalu susun rapat seperti menyusun pagar. tak perlu pakai ban. Seluncur bambu siap di luncurkan. 
  Kami bergegas dengan membawa seluncur masing-masing. Berjalan menanjak di antara pepohonan bambu. Tanah sudah tak terlihat lagi, tertutupi dengan daun bambu kering yang terjatuh dari tangkainya. Tapi justru itulah yang membuat seluncur meluncur dengan lebih cepat. Biasanya permainan di lakukan lebih dari tiga orang, biar terasa lebih kompetitif. Siapa yang sampai di garis finis duluan, ialah pemenangnya. Lima driver telah siap di posisinya masing-masing. Aku diposisi kedua dari kiri. kaki ku  sudah siap berjongkok di atas seluncuran. " tiigaaaa.. duuaaa..  mulai!!!" Lima seluncur langsung melesat ke depan, menyongsong turunan dengan kemiringan tiga puluh derajat. Seluncuran tak hanya meluncur lurus. Sesekali berbelok menghindari pohon bambu yang bertengger. Tak heran jika di antara kami ada juga terjatuh. Temanku yang di sebelah kiri sudah terjengkang saat berbelok tadi. Tinggal berempat yang tersisa di arena balap seluncur bambu. 
   Ini benar-benar mengasyikan kawan. Kau tau ? Bahagia itu tak perlu mewah, cukup menikmati apa yang ada, maka apa yang ada takan pernah mengecewakanmu. Tapi permainan ini belumlah selesai, masih ada beberapa meter lagi untuk menyelesaikan permainan. Aku menggaruk-garuk tanah untuk meningkatkan kecepatanku. Tapi percuma. Mereka terlalu jauh di depanku. Finis. Lalu menjatuhkan tubuh ke tanah. Tertawa senang. Yeeeah. Tak peduli siapa yang menang karena kami akan selalu bahagia. Lantas merayakan kemenangan dengan menceburkan diri ke kali yang air nya begiiiitu jernih.
 Subang akan selalu terindah. Walau tak terdengar namanya dari luar. Tentu saja iya. Karena di kota itulah segala cerita yang indah di mulai.
  
Kota kecil yang tertinggal.   
  


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

2 komentar

komentar
24 April 2016 pukul 00.16 delete

Wah senangnya jadi teringat masa kanak2

Reply
avatar
25 April 2016 pukul 05.40 delete

Nice piece of writing, Rizki :-)

Reply
avatar