JANGAN MARAH SAMA MAMAH

JANGAN MARAH SAMA MAMAH

  Itu seperti bukan diriku. Mataku merekah, suaraku menggeram. Seolah ada kekuatan lain yang menggerakan tubuh. Aku segera tegak berdiri dari tempat tidurku. Dengan dada yang berdekup kencang, juga darah yang mendidih. Lidahku tak kuasa menahan untuk menumpahkan segala kekesalanku, lantas membentak kencang mamahku.
  " Aku sudah gede, dan gak perlu semua omong kosongmu. Aku pergi. Ahk"
Bentakku dengan kencangnya.
"Blug" suara pintu yang ku tutup terdengar kencang. Lenggang.
                       ***
  Mushala kecil berukuran 3×4 meter itu menjadi pilihanku utuk melarikan diri dari ketidak harmonisanku dengan mamahku. Letaknya agak jauh dari perkampungan. Suara air mengalir dari sungai terdengar jelas dari sini. Kalau sore tiba, maka akan terlihat jelas matahari tenggelam di balik bukit. Entah siapa yang melukis latar ini semua. Hanya saja aku menikmatinya, untuk sekedar melepas sesak yang sedang ku rasakan.
  Sial, bukan ketengan yang ku rasakan, malah semakin larut aku dalam kesedihan. Semakin ku fikirkan, semakin aku kesal terhadapnya. Dadaku semakin sesak. Fikiranku semakin kacau. Kini yang ku tahu dari mamahku hanya kejelekannya saja. "cerewet, sok ngatur. Mamah tak pernah mengerti apa yang aku iginkan. Yang ia fikirkan hanya dirinya. Akh" . Batinku menjerit. Membenarkan setiap tindakan bodoh yang telah ku lakukan.
   Malam ini aku putuskan untuk tidak pulang. Memilih tidur di mushala, beralaskan sajadah, di selimuti dengan dinginnya malam.
   Malam semakin larut. Dinginnya suhu pegunungan seolah menusuk ke dalam tulang sum-sumku. Batinku langsung terfikir mamahku. " kalau di rumah, mamah akan jadi orang yang terakhir tidur, memastikan aku juga adik-adiku tidak kediginan ".
"Itu semua bohong" batinku menolak kenyataan itu. Nyatanya, malam ini aku di biarkan tidur dengan kedinginan. Ini semua salah mamahku.
  Mataku tak bisa ku pejamkan. Walau ku coba berkali-kali untuk tidur, tetap saja mata ini terjaga. Entah karena suhu udara yang sangat dingin, atau karena fikiran dan kekesalan yang sedang ku rasakan. Akh,,,
  Lapar. Semakin larut malam, juga mata yang tetap terjaga membuat perutku melilit, meminta sesuap makanan untuk dimakan. Namun sayang, tak ada satupun yang bisa ku makan. Aku terduduk. Melihat jam di dinding menunjukan pukul 01:00. Sunyi. Hanya detik-detik di jam dinding yang terdengar jelas, juga perutku yang keroncongan. Mamah, ouh tidak. Kembali aku teringat akan masakan yang selalu di hidangkan oleh mamah di meja makan. Oreg tempe kesukaanku. Aku jelas tak bisa hidup tanpa mamah. 
                 ***

  Seorang anak pasti butuh akan ibunya. Itu bukan berarti manja, atau sekedar untuk meminta keinginannya. Tapi anak butuh seorang ibu dengan kasih sayangnya. Kadang kala ia marah, ngomel, menyebalkan. Hei! bukankah kita lebih menyebalkan dan tak tahu diri?.
Lucu ketika kita menjelekan ibu kita sendiri, seperti tak melihat saja, kalau kita lebih menyebalkan dan mengesalkan. Tapi ibu tak pernah peduli itu.
  Anak tetaplah anak, sampai kapanpun. Berbaktilah! Seperti ibumu menyayangimu. Berbaktilah! Karena syurga menantimu.

 
 
  

KARIMA ( arti hidup ) bag 1

KARIMA ( arti hidup ) bag 1

" Maaf kalo tindakan gua tadi salah,  tapi kalo lu mau mati, ya mati aja. Hidup itu cuma sekali bro, sedangkan mati itu udah pasti. Tinggal lu pilih aja, mau mati gak berguna dengan hati yang gak tenang dan penuh kebencian. Atau lu mau mati dengan bahagia meninggalkan karya yang mempesona." .
                          ****
  Ruangan sesak berukuran 3×4 meter itu terlihat rapi, walau tak terbilang mewah.  Warna cat di dingdingnya terlihat berseni, ada gambar kartun islami yang di lukis di dingging, juga seni grafity di sisi dingding lainnya yang bertuliskan " Shalatlah ". Tak ada kasur yang terhampar di lantai, hanya ada sehelai tikar yang sudah lusuh di hamparkan dengan rapi. Ku perhatikan lamat-lamat kamar ini. Tak seperti di apartemenku, dengan segala fasilitasnya yang mewah.
  Aku lalu duduk di lantai. Rahim mempersilahkan aku untuk duduk. Lantainya terasa dingin.
" aiim, makasih yaa lu udah nolongin gue" kataku.
" ah, sudah lah. Sudah sepatutnya kita mesti menolong orang yang lagi kesusahan." Jawabnya.
  " tapi, masa gue mesti tidur di sini sih?" Tanyaku pada rahim.
" iya lah, dari pada lu tidur di kolong jembatan sono, mau lu entar di gigit nyamuk segede kelelawar?" Jawab rahim sambil bercanda.
" iih, bukan gitu im, kan gue cewek terus lu cowok, masud gue emmm". Aku mau terus terang ngomong sama si rahim cuman takut bikin dia tersinggung entar.
" gue ngerti kok, yee , siapa juga yang mau tidur sama lu, bukan mahram, gue mau tidur di mesjid aja dan lu di sini".  Ujarnya.
  Si rahim bergegas ke mesjid setelah mengganti pakaiannya yang sejak pagi berlumuran keringat. Bau. Sedangkan gitar tua peninggalan kakeknya itu sengaja di gantungkan di dingding. Sejenak. Sepi.
  Malam semakin larut, menghatarkan dingin yang menggigil. Aku tertidur pulas setelah berhari-hari terlarut dalam kesedihan yang mendalam. Malam ini adalah titik perubahan dalam hidupku, seperti sebuah halaman dalam buku catatan. Esok adalah halaman baru yang masih kosong, tersimpan berjuta harapan. Malam ini aku tertidur dengan sebuah senyuman.
  Entahlah, apa sebenarnya yang membuat aku tersenyum. Hanya saja hati ini merasa lebih lega. Karena kehilangan ini, membuatku menemukan lebih dari pada apa yang telah hilang.

  
 
 

CINTA

CINTA

  Nama gua Latifah. Sahabat gua bilang sih gua itu cewek yang tomboy. Beda banget sama nama gua yang artinya lembut. Dan gua heran sama sahabat gua ini. Karena sekarang dia jadi suami gua.
                ***
  Sejuk udara pagi gua hirup lamat-lamat. gua buka jendela. Embun pagi masih melekat di udara, membiaskan setiap jengkal pandangan. gua terkejut saat dekapan lembut menerpa jemari gua. Yaaa ampuun. Pagi-pagi sudah mau mesra-mesraan gini. Ia membawa secangkir teh dengan aromanya yang khas.
  "Ifah, eeemmm, manis banget teh ini, lu mau coba gak?". Kata suami gua sambil menjulurkan tanganya. "Coba siniin sayang, biar ifah coba, enak gak yaaa teh buatan suami ifah" kata gua dengan nada yang selembut-lembutnya. Padahal biasanya gua teriak-teriak kalo ngomong. Hehe. Lalu gua cicipin dah teh buatan suami gua itu. Serupuuut. Gua lihat Ada seringai jahat di muka suamu gua.
  "Fahmi, Manis dari cina! Ini teh gak ada gulanya di bilang manis, nyesel gua nyicipin ah" kata gua sambil nyodorin teh nya.
"Coba gua cicipin sinih" kata suami gua sambil tersenyum.
"Tadi memang sengaja gua gak kasih gula, tapi setelah lu cicipin,  teh ini jadi manis, bahkan lebih manis dari gula cina yang paling manis".
Aw. Gua terkena panah dari panahnya gombalan lelaki. Walaupun suami gua bilang gua itu cewek tomboy, tetep aja gua tersenyum sipu. Gua cubit perutnya. Berkali-kali. Sampe kami berdua terjatuh. Tertawa lepas. "Indahnya dunia ini" ujar gua dalam hati.
              *** 
  Gua kenal sama si fahmi_ bocah culun yang suka di buly sama temen-temen sekelas termasuk gua_ itu sejak kelas satu sd. Tumbuh bersama, di kampung yang sama. Walau sempat terpisahkan ruang dan waktu. Tapi Tuhan itu lebih tahu jalan mana yang bakal di tempuh oleh setiap hambanya hambanya. Gua gak pernah nyangka kalau imam yang terbaik buat gua itu adalah orang yang dulu sering sekali gua jahilin. Karena cinta itu datangnya dari tuhan. Karena tuhanlah yang menciptakan cinta.
   "Jangan pernah mencintai cinta yang coba lu tanamkan di hati lu. Tapi cintailah cinta yang akan tuhan titipkan di hati lu dengan keikhlasan yang setulusnya"

ULANG TAHUN TERAKHIR

ULANG TAHUN TERAKHIR

  Ku lihat di sekelilingku. Riuh para pelayat berdesak padat ingin menjenguku. Mereka menatap iba diriku yang terlentang lemah tak berdaya. Aku hanya bisa terbaring di atas kasur sambil menatap orang-orang di sekitarku.
                 ***
  Aku ingat betul. Dulu pernah seramai ini, ketika usiaku genap 18thn. Kue ulang tahun dihias lucu sekali. Teman-temanku ramai jahil-menjahwil. Saling kejar. Akhirnya, kue yang seharusnya di makan malah dilempar begitu saja ke wajahku. lalu mereka tertawa terpintal-pintal. Haduuuh, Kalau begini caranya mendingan gak usah ada ulang tahun deh. Aku pun membalasnya dengan lebih kejam. kue ulang tahunku sudah tak berbentuk lagi, sebagiannya ku makan, namun lebih banyak dicolek hiasannya lalu di lempar ke muka teman. Hahaha
  Teman-temanku mengucapkan selamat. Beramai-ramai. Bahkan setiap orang yang ku kenal mereka mengucapkan selamat kepadaku. betapa bahagianya hatiku saat itu. Bagaimana tidak, kado ualang tahun menumpuk di pojok kamarku. Dan hadiah istimewa tentunya dari dia sahabat hidupku.
             ***
  Kini aku mengerti. Ketika tubuhku terbaring lemah, menanti ajal di depan mata. Saat diri tak lagi kuasa menggerakan tubuh sesuka hati. Aku mengerti. Mengapa saat itu mereka mengucapkan selamat untuku. Padahal seharusnya mereka semua berduka cita waktu itu. Lihatlah, ! Apa artinya selamat, sementara kematianku semakin dekat. Selamat atas kematianku? Mungkin seperti itulah maknanya.
  Kini aku tersadar di pembaringan terakhirku. Untuk apa aku berbahagia  saat itu. Padahal waktu terus berlalu dan jatah hidupku semakin  berkurang. Lihatlah,! Apa hari ini ada yang mengucapkan selamat untukku? Untuk ajalku yang akan sebentar lagi akan tiba? Padahal hari ini adalah hari ulang tahunku.
   Kini aku tertegun, hatiku tersadarkan sesuatu. Mungkin ini adalah ulang tahun terakhirku. Seharusnya ulang tahun adalah moment agar kita mengingat bahwa semakin dekatnya kita dengan kematian. Setiap waktu yang berlalu itu menghantarkan kita ke gerbang kematian. Setiap detik di hidup kita adalah tetesan air yang suatu hari nanti akan menepi di muara. Hidup ini terlalu singkat kalau hanya untuk bersenang-senang, karena kesenangan di dunia ini hanya sekejap saja. Karena hidup ini hanya SEKALI, BERARTI, lalu MATI.
  lihatlah aku yang sudah tak berdaya di pembaringan. Apa yang bisa ku lakukan.? Hanya menyesali kesia-sianku selama ini. Hanya bisa menjerit dalam diam. Ingin rasanya waktu di putar kembali, untuk hanya sekedar berbuat baik. Padahal setiap hari ku lihat berita kematian. Namun batinku acuh tak acuk seolah aku takan pernah mengalaminya.
  Di hari ulang tahun terakhirku. Untukmu yang masih memiliki waktu. " LAKUKANLAH YANG TERBAIK UNTUK BEKAL DI HARI ESOK "

Mutiara

Mutiara

"Hijab bukan untuk mempercantik dirimu, agar kau dilihat oleh mata lelaki. Justru hijab seharusnya untuk menjaga dirimu, dari menjadi pusat perhatian".

  Kau adalah mutiara. Sikapmu adalah berlian seribu karat. Tanpa kau tampakan dirimu pun kau tetap mutiara.
  Coba bayangkan jika mutiara yang begitu berharga di biarkan begitu sahaja, tanpa ada yang melindungunya, tanpa ada yang menjaganya, di perlihatkan kepada semua orang seolah-olah boleh di sentuh oleh semua orang. Sama kah mutiara yang seperti itu dengan kutiara yang dijaga di tempat yang terlindungi dan hanya boleh di lihat oleh pemiliknya saja? Tentu saja beda.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59).

    " Islam ada untuk melindungi wanita, bukab untuk memaksanya"

" sesungguhnya allah maha penyayang lagi maha pengampun"

KAU TETAP YANG TERINDAH


 Subang tetap yang terindah. Meski berjuta masalah sedang di hadapai. Mulai dari sang bupati yang di tahan KPK karna korupsi. Merambat ke sektor pelayanan kesehatan yang buruk, karena dana BPJS yang gak kunjung turun. Sektor pendidikan pun tak jauh beda, bahkan sampai tak bisa di gambarkan, saking buruknya. Para pengajar PNS yang sering bolos, juga pungli yang berkeliaran. Ah sudahlah. Tak akan ada hentinya mulut ini membicarakan buruknya sistem pelayanan di kotaku. Tapi subang tetap kota yang terindah. 
  Udara sejuk khas perkampungan masih terasa. Kebun teh terhampar hijau di bukit-bukit permai. kabut tebal mengisi setiap lapisan udara. Sejuk. Ku hirup udara pagi yang masih bersih, lalu ku hembuskan dengan lega.
  Aku masih ingat persis waktu itu. Permainan yang paling ku gemari ketika berkunjung ke rumah neneku. Tempat neneku tak terlalu jauh dari rumahku di kota kabupaten. Hanya satu jam perjalanan menggunakan angkot. Perkampungan itu terletak di antara hutan bambu, lebih tepatnya di sebuah lembah yang lebat dengan pohon bambu. Rumah-rumah yang ada di sana juga semuanya terbuat dari bambu. Namun bukan itu yang membuat kunjunganku ke rumah nenek selalu ku rindukan. 
  Permainan seluncur bambu. Ya. juga kawan-kawan lamaku dalam permainan seluncur bambu. Permainanya sih sederhana. Cukup hamparkan potongan bambu, lalu susun rapat seperti menyusun pagar. tak perlu pakai ban. Seluncur bambu siap di luncurkan. 
  Kami bergegas dengan membawa seluncur masing-masing. Berjalan menanjak di antara pepohonan bambu. Tanah sudah tak terlihat lagi, tertutupi dengan daun bambu kering yang terjatuh dari tangkainya. Tapi justru itulah yang membuat seluncur meluncur dengan lebih cepat. Biasanya permainan di lakukan lebih dari tiga orang, biar terasa lebih kompetitif. Siapa yang sampai di garis finis duluan, ialah pemenangnya. Lima driver telah siap di posisinya masing-masing. Aku diposisi kedua dari kiri. kaki ku  sudah siap berjongkok di atas seluncuran. " tiigaaaa.. duuaaa..  mulai!!!" Lima seluncur langsung melesat ke depan, menyongsong turunan dengan kemiringan tiga puluh derajat. Seluncuran tak hanya meluncur lurus. Sesekali berbelok menghindari pohon bambu yang bertengger. Tak heran jika di antara kami ada juga terjatuh. Temanku yang di sebelah kiri sudah terjengkang saat berbelok tadi. Tinggal berempat yang tersisa di arena balap seluncur bambu. 
   Ini benar-benar mengasyikan kawan. Kau tau ? Bahagia itu tak perlu mewah, cukup menikmati apa yang ada, maka apa yang ada takan pernah mengecewakanmu. Tapi permainan ini belumlah selesai, masih ada beberapa meter lagi untuk menyelesaikan permainan. Aku menggaruk-garuk tanah untuk meningkatkan kecepatanku. Tapi percuma. Mereka terlalu jauh di depanku. Finis. Lalu menjatuhkan tubuh ke tanah. Tertawa senang. Yeeeah. Tak peduli siapa yang menang karena kami akan selalu bahagia. Lantas merayakan kemenangan dengan menceburkan diri ke kali yang air nya begiiiitu jernih.
 Subang akan selalu terindah. Walau tak terdengar namanya dari luar. Tentu saja iya. Karena di kota itulah segala cerita yang indah di mulai.
  
Kota kecil yang tertinggal.