JANGAN MARAH SAMA MAMAH

JANGAN MARAH SAMA MAMAH

  Itu seperti bukan diriku. Mataku merekah, suaraku menggeram. Seolah ada kekuatan lain yang menggerakan tubuh. Aku segera tegak berdiri dari tempat tidurku. Dengan dada yang berdekup kencang, juga darah yang mendidih. Lidahku tak kuasa menahan untuk menumpahkan segala kekesalanku, lantas membentak kencang mamahku.
  " Aku sudah gede, dan gak perlu semua omong kosongmu. Aku pergi. Ahk"
Bentakku dengan kencangnya.
"Blug" suara pintu yang ku tutup terdengar kencang. Lenggang.
                       ***
  Mushala kecil berukuran 3×4 meter itu menjadi pilihanku utuk melarikan diri dari ketidak harmonisanku dengan mamahku. Letaknya agak jauh dari perkampungan. Suara air mengalir dari sungai terdengar jelas dari sini. Kalau sore tiba, maka akan terlihat jelas matahari tenggelam di balik bukit. Entah siapa yang melukis latar ini semua. Hanya saja aku menikmatinya, untuk sekedar melepas sesak yang sedang ku rasakan.
  Sial, bukan ketengan yang ku rasakan, malah semakin larut aku dalam kesedihan. Semakin ku fikirkan, semakin aku kesal terhadapnya. Dadaku semakin sesak. Fikiranku semakin kacau. Kini yang ku tahu dari mamahku hanya kejelekannya saja. "cerewet, sok ngatur. Mamah tak pernah mengerti apa yang aku iginkan. Yang ia fikirkan hanya dirinya. Akh" . Batinku menjerit. Membenarkan setiap tindakan bodoh yang telah ku lakukan.
   Malam ini aku putuskan untuk tidak pulang. Memilih tidur di mushala, beralaskan sajadah, di selimuti dengan dinginnya malam.
   Malam semakin larut. Dinginnya suhu pegunungan seolah menusuk ke dalam tulang sum-sumku. Batinku langsung terfikir mamahku. " kalau di rumah, mamah akan jadi orang yang terakhir tidur, memastikan aku juga adik-adiku tidak kediginan ".
"Itu semua bohong" batinku menolak kenyataan itu. Nyatanya, malam ini aku di biarkan tidur dengan kedinginan. Ini semua salah mamahku.
  Mataku tak bisa ku pejamkan. Walau ku coba berkali-kali untuk tidur, tetap saja mata ini terjaga. Entah karena suhu udara yang sangat dingin, atau karena fikiran dan kekesalan yang sedang ku rasakan. Akh,,,
  Lapar. Semakin larut malam, juga mata yang tetap terjaga membuat perutku melilit, meminta sesuap makanan untuk dimakan. Namun sayang, tak ada satupun yang bisa ku makan. Aku terduduk. Melihat jam di dinding menunjukan pukul 01:00. Sunyi. Hanya detik-detik di jam dinding yang terdengar jelas, juga perutku yang keroncongan. Mamah, ouh tidak. Kembali aku teringat akan masakan yang selalu di hidangkan oleh mamah di meja makan. Oreg tempe kesukaanku. Aku jelas tak bisa hidup tanpa mamah. 
                 ***

  Seorang anak pasti butuh akan ibunya. Itu bukan berarti manja, atau sekedar untuk meminta keinginannya. Tapi anak butuh seorang ibu dengan kasih sayangnya. Kadang kala ia marah, ngomel, menyebalkan. Hei! bukankah kita lebih menyebalkan dan tak tahu diri?.
Lucu ketika kita menjelekan ibu kita sendiri, seperti tak melihat saja, kalau kita lebih menyebalkan dan mengesalkan. Tapi ibu tak pernah peduli itu.
  Anak tetaplah anak, sampai kapanpun. Berbaktilah! Seperti ibumu menyayangimu. Berbaktilah! Karena syurga menantimu.

 
 
  

KARIMA ( arti hidup ) bag 1

KARIMA ( arti hidup ) bag 1

" Maaf kalo tindakan gua tadi salah,  tapi kalo lu mau mati, ya mati aja. Hidup itu cuma sekali bro, sedangkan mati itu udah pasti. Tinggal lu pilih aja, mau mati gak berguna dengan hati yang gak tenang dan penuh kebencian. Atau lu mau mati dengan bahagia meninggalkan karya yang mempesona." .
                          ****
  Ruangan sesak berukuran 3×4 meter itu terlihat rapi, walau tak terbilang mewah.  Warna cat di dingdingnya terlihat berseni, ada gambar kartun islami yang di lukis di dingging, juga seni grafity di sisi dingding lainnya yang bertuliskan " Shalatlah ". Tak ada kasur yang terhampar di lantai, hanya ada sehelai tikar yang sudah lusuh di hamparkan dengan rapi. Ku perhatikan lamat-lamat kamar ini. Tak seperti di apartemenku, dengan segala fasilitasnya yang mewah.
  Aku lalu duduk di lantai. Rahim mempersilahkan aku untuk duduk. Lantainya terasa dingin.
" aiim, makasih yaa lu udah nolongin gue" kataku.
" ah, sudah lah. Sudah sepatutnya kita mesti menolong orang yang lagi kesusahan." Jawabnya.
  " tapi, masa gue mesti tidur di sini sih?" Tanyaku pada rahim.
" iya lah, dari pada lu tidur di kolong jembatan sono, mau lu entar di gigit nyamuk segede kelelawar?" Jawab rahim sambil bercanda.
" iih, bukan gitu im, kan gue cewek terus lu cowok, masud gue emmm". Aku mau terus terang ngomong sama si rahim cuman takut bikin dia tersinggung entar.
" gue ngerti kok, yee , siapa juga yang mau tidur sama lu, bukan mahram, gue mau tidur di mesjid aja dan lu di sini".  Ujarnya.
  Si rahim bergegas ke mesjid setelah mengganti pakaiannya yang sejak pagi berlumuran keringat. Bau. Sedangkan gitar tua peninggalan kakeknya itu sengaja di gantungkan di dingding. Sejenak. Sepi.
  Malam semakin larut, menghatarkan dingin yang menggigil. Aku tertidur pulas setelah berhari-hari terlarut dalam kesedihan yang mendalam. Malam ini adalah titik perubahan dalam hidupku, seperti sebuah halaman dalam buku catatan. Esok adalah halaman baru yang masih kosong, tersimpan berjuta harapan. Malam ini aku tertidur dengan sebuah senyuman.
  Entahlah, apa sebenarnya yang membuat aku tersenyum. Hanya saja hati ini merasa lebih lega. Karena kehilangan ini, membuatku menemukan lebih dari pada apa yang telah hilang.

  
 
 

CINTA

CINTA

  Nama gua Latifah. Sahabat gua bilang sih gua itu cewek yang tomboy. Beda banget sama nama gua yang artinya lembut. Dan gua heran sama sahabat gua ini. Karena sekarang dia jadi suami gua.
                ***
  Sejuk udara pagi gua hirup lamat-lamat. gua buka jendela. Embun pagi masih melekat di udara, membiaskan setiap jengkal pandangan. gua terkejut saat dekapan lembut menerpa jemari gua. Yaaa ampuun. Pagi-pagi sudah mau mesra-mesraan gini. Ia membawa secangkir teh dengan aromanya yang khas.
  "Ifah, eeemmm, manis banget teh ini, lu mau coba gak?". Kata suami gua sambil menjulurkan tanganya. "Coba siniin sayang, biar ifah coba, enak gak yaaa teh buatan suami ifah" kata gua dengan nada yang selembut-lembutnya. Padahal biasanya gua teriak-teriak kalo ngomong. Hehe. Lalu gua cicipin dah teh buatan suami gua itu. Serupuuut. Gua lihat Ada seringai jahat di muka suamu gua.
  "Fahmi, Manis dari cina! Ini teh gak ada gulanya di bilang manis, nyesel gua nyicipin ah" kata gua sambil nyodorin teh nya.
"Coba gua cicipin sinih" kata suami gua sambil tersenyum.
"Tadi memang sengaja gua gak kasih gula, tapi setelah lu cicipin,  teh ini jadi manis, bahkan lebih manis dari gula cina yang paling manis".
Aw. Gua terkena panah dari panahnya gombalan lelaki. Walaupun suami gua bilang gua itu cewek tomboy, tetep aja gua tersenyum sipu. Gua cubit perutnya. Berkali-kali. Sampe kami berdua terjatuh. Tertawa lepas. "Indahnya dunia ini" ujar gua dalam hati.
              *** 
  Gua kenal sama si fahmi_ bocah culun yang suka di buly sama temen-temen sekelas termasuk gua_ itu sejak kelas satu sd. Tumbuh bersama, di kampung yang sama. Walau sempat terpisahkan ruang dan waktu. Tapi Tuhan itu lebih tahu jalan mana yang bakal di tempuh oleh setiap hambanya hambanya. Gua gak pernah nyangka kalau imam yang terbaik buat gua itu adalah orang yang dulu sering sekali gua jahilin. Karena cinta itu datangnya dari tuhan. Karena tuhanlah yang menciptakan cinta.
   "Jangan pernah mencintai cinta yang coba lu tanamkan di hati lu. Tapi cintailah cinta yang akan tuhan titipkan di hati lu dengan keikhlasan yang setulusnya"

ULANG TAHUN TERAKHIR

ULANG TAHUN TERAKHIR

  Ku lihat di sekelilingku. Riuh para pelayat berdesak padat ingin menjenguku. Mereka menatap iba diriku yang terlentang lemah tak berdaya. Aku hanya bisa terbaring di atas kasur sambil menatap orang-orang di sekitarku.
                 ***
  Aku ingat betul. Dulu pernah seramai ini, ketika usiaku genap 18thn. Kue ulang tahun dihias lucu sekali. Teman-temanku ramai jahil-menjahwil. Saling kejar. Akhirnya, kue yang seharusnya di makan malah dilempar begitu saja ke wajahku. lalu mereka tertawa terpintal-pintal. Haduuuh, Kalau begini caranya mendingan gak usah ada ulang tahun deh. Aku pun membalasnya dengan lebih kejam. kue ulang tahunku sudah tak berbentuk lagi, sebagiannya ku makan, namun lebih banyak dicolek hiasannya lalu di lempar ke muka teman. Hahaha
  Teman-temanku mengucapkan selamat. Beramai-ramai. Bahkan setiap orang yang ku kenal mereka mengucapkan selamat kepadaku. betapa bahagianya hatiku saat itu. Bagaimana tidak, kado ualang tahun menumpuk di pojok kamarku. Dan hadiah istimewa tentunya dari dia sahabat hidupku.
             ***
  Kini aku mengerti. Ketika tubuhku terbaring lemah, menanti ajal di depan mata. Saat diri tak lagi kuasa menggerakan tubuh sesuka hati. Aku mengerti. Mengapa saat itu mereka mengucapkan selamat untuku. Padahal seharusnya mereka semua berduka cita waktu itu. Lihatlah, ! Apa artinya selamat, sementara kematianku semakin dekat. Selamat atas kematianku? Mungkin seperti itulah maknanya.
  Kini aku tersadar di pembaringan terakhirku. Untuk apa aku berbahagia  saat itu. Padahal waktu terus berlalu dan jatah hidupku semakin  berkurang. Lihatlah,! Apa hari ini ada yang mengucapkan selamat untukku? Untuk ajalku yang akan sebentar lagi akan tiba? Padahal hari ini adalah hari ulang tahunku.
   Kini aku tertegun, hatiku tersadarkan sesuatu. Mungkin ini adalah ulang tahun terakhirku. Seharusnya ulang tahun adalah moment agar kita mengingat bahwa semakin dekatnya kita dengan kematian. Setiap waktu yang berlalu itu menghantarkan kita ke gerbang kematian. Setiap detik di hidup kita adalah tetesan air yang suatu hari nanti akan menepi di muara. Hidup ini terlalu singkat kalau hanya untuk bersenang-senang, karena kesenangan di dunia ini hanya sekejap saja. Karena hidup ini hanya SEKALI, BERARTI, lalu MATI.
  lihatlah aku yang sudah tak berdaya di pembaringan. Apa yang bisa ku lakukan.? Hanya menyesali kesia-sianku selama ini. Hanya bisa menjerit dalam diam. Ingin rasanya waktu di putar kembali, untuk hanya sekedar berbuat baik. Padahal setiap hari ku lihat berita kematian. Namun batinku acuh tak acuk seolah aku takan pernah mengalaminya.
  Di hari ulang tahun terakhirku. Untukmu yang masih memiliki waktu. " LAKUKANLAH YANG TERBAIK UNTUK BEKAL DI HARI ESOK "

Mutiara

Mutiara

"Hijab bukan untuk mempercantik dirimu, agar kau dilihat oleh mata lelaki. Justru hijab seharusnya untuk menjaga dirimu, dari menjadi pusat perhatian".

  Kau adalah mutiara. Sikapmu adalah berlian seribu karat. Tanpa kau tampakan dirimu pun kau tetap mutiara.
  Coba bayangkan jika mutiara yang begitu berharga di biarkan begitu sahaja, tanpa ada yang melindungunya, tanpa ada yang menjaganya, di perlihatkan kepada semua orang seolah-olah boleh di sentuh oleh semua orang. Sama kah mutiara yang seperti itu dengan kutiara yang dijaga di tempat yang terlindungi dan hanya boleh di lihat oleh pemiliknya saja? Tentu saja beda.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59).

    " Islam ada untuk melindungi wanita, bukab untuk memaksanya"

" sesungguhnya allah maha penyayang lagi maha pengampun"

KAU TETAP YANG TERINDAH


 Subang tetap yang terindah. Meski berjuta masalah sedang di hadapai. Mulai dari sang bupati yang di tahan KPK karna korupsi. Merambat ke sektor pelayanan kesehatan yang buruk, karena dana BPJS yang gak kunjung turun. Sektor pendidikan pun tak jauh beda, bahkan sampai tak bisa di gambarkan, saking buruknya. Para pengajar PNS yang sering bolos, juga pungli yang berkeliaran. Ah sudahlah. Tak akan ada hentinya mulut ini membicarakan buruknya sistem pelayanan di kotaku. Tapi subang tetap kota yang terindah. 
  Udara sejuk khas perkampungan masih terasa. Kebun teh terhampar hijau di bukit-bukit permai. kabut tebal mengisi setiap lapisan udara. Sejuk. Ku hirup udara pagi yang masih bersih, lalu ku hembuskan dengan lega.
  Aku masih ingat persis waktu itu. Permainan yang paling ku gemari ketika berkunjung ke rumah neneku. Tempat neneku tak terlalu jauh dari rumahku di kota kabupaten. Hanya satu jam perjalanan menggunakan angkot. Perkampungan itu terletak di antara hutan bambu, lebih tepatnya di sebuah lembah yang lebat dengan pohon bambu. Rumah-rumah yang ada di sana juga semuanya terbuat dari bambu. Namun bukan itu yang membuat kunjunganku ke rumah nenek selalu ku rindukan. 
  Permainan seluncur bambu. Ya. juga kawan-kawan lamaku dalam permainan seluncur bambu. Permainanya sih sederhana. Cukup hamparkan potongan bambu, lalu susun rapat seperti menyusun pagar. tak perlu pakai ban. Seluncur bambu siap di luncurkan. 
  Kami bergegas dengan membawa seluncur masing-masing. Berjalan menanjak di antara pepohonan bambu. Tanah sudah tak terlihat lagi, tertutupi dengan daun bambu kering yang terjatuh dari tangkainya. Tapi justru itulah yang membuat seluncur meluncur dengan lebih cepat. Biasanya permainan di lakukan lebih dari tiga orang, biar terasa lebih kompetitif. Siapa yang sampai di garis finis duluan, ialah pemenangnya. Lima driver telah siap di posisinya masing-masing. Aku diposisi kedua dari kiri. kaki ku  sudah siap berjongkok di atas seluncuran. " tiigaaaa.. duuaaa..  mulai!!!" Lima seluncur langsung melesat ke depan, menyongsong turunan dengan kemiringan tiga puluh derajat. Seluncuran tak hanya meluncur lurus. Sesekali berbelok menghindari pohon bambu yang bertengger. Tak heran jika di antara kami ada juga terjatuh. Temanku yang di sebelah kiri sudah terjengkang saat berbelok tadi. Tinggal berempat yang tersisa di arena balap seluncur bambu. 
   Ini benar-benar mengasyikan kawan. Kau tau ? Bahagia itu tak perlu mewah, cukup menikmati apa yang ada, maka apa yang ada takan pernah mengecewakanmu. Tapi permainan ini belumlah selesai, masih ada beberapa meter lagi untuk menyelesaikan permainan. Aku menggaruk-garuk tanah untuk meningkatkan kecepatanku. Tapi percuma. Mereka terlalu jauh di depanku. Finis. Lalu menjatuhkan tubuh ke tanah. Tertawa senang. Yeeeah. Tak peduli siapa yang menang karena kami akan selalu bahagia. Lantas merayakan kemenangan dengan menceburkan diri ke kali yang air nya begiiiitu jernih.
 Subang akan selalu terindah. Walau tak terdengar namanya dari luar. Tentu saja iya. Karena di kota itulah segala cerita yang indah di mulai.
  
Kota kecil yang tertinggal.   
  


DETIK TERAKHIR

DETIK TERAKHIR

  Waktu itu ibarat hujan. Memberikan harapan akan kehidupan di masa depan. Namun waktu juga ibarat hujan. Menghancurkan segala kenangan yang pernah ada tanpa tersisa. Bukankah itu wajar? Di setiap harapan juga terdapat ancaman. Harapan itu bukanlah landasan untuk mengukur masa depan. juga tantangan bukanlah penghalang untuk meraih kesuksesan.
  Kadang manusia itu suka aneh, fikirannya bersusah payah menerka-nerka apa yang akan terjadi padanya di kemudian hari. Hingga akhirnya ia resah. Hidupnya tak bahagian. Berambisi mengubah sesuatu yang belum tentu juga terjadi. Ya, manusia itu benar-benar aneh. Bagaimana tidak? Padahal apa yang telah berlalu takan pernah terjadi lagi. Fikirannya sibuk dengan kenestapaan  yang pernah terjadi di masa lalu. Hingga batinnya tak pernah bahagia. Jiwanya lelah merenungi apa yang telah terjadi. Matanyapun menangis akan sesuatu yang takan pernah kembali.
Waktu, tak ada yang salah denganya. Hanya saja manusia terlalu bebal untuk memahami kalau waktu itu hanyalah di detik ini ia terjadi.
    
                 *** 
  Apa salahnya jika kita merancanng masa depan? Apa salahnya jika kita tulis cerita masa lalu?
SALAH! Buang semua rancangan masa depan di buku harianmu. Hilangkan segala cerita yang pernah terjadi di masa lalumu. BUANGLAH segala rancangan masa depanmu, jika kau meyakini kau bisa mengalahkan rencana tuhan. BUANGLAH jika itu membuatmu terpuruk saat hari tak sesuai dengan rencanamu. BUANGLAH jika itu hanya sia-sia yang membuat khayalanmu terbang ke masa depan yang belum tentu juga terjadi.
   Apa salahnya...? Ya, apa salahnya-?
SALAH, jika masa lalumu melarutkanmu dalam khayal dan penyesalan.

   KARNA YANG TERPENTING BUKANLAH KEMARIN ATAU ESOK.

  TAPI DETIK INILAH, BERBUAT YANG TERBAIK UNTUK DETIK INI.
MANFA'ATKANLAH DETIK INI KARNA ESOK BELUM TENTU TERJADI.
MAKSIMALKANLAH DETIK INI KARENA YANG LALU TAKAN PERNAH KEMBALI.

KARIMA  2.

KARIMA 2.

   Perjalanan yang sedang kita jejaki ini sesungguhnya adalah sebuah proses pembelajaran yang sebenarnya. Kalian pernah dengar ungkapan seorang Motivator yang bunyinya seperti ini
"jangan tertipu sama orang yang kebetulan sukses tapi gk sekolah, kalo pengen sukses ya harus sekolah"?
Pernah denger? Pernah ? itu lho yang selalu bilang " super sekali..." nah tau kan? Gimana menurut kalian? Super bukan? Eits, tapi ketahuilah kawan, bahwa yang hebat itu tak selalu tampak. Yang terlihat hanyalah cangkangnya saja. Sedangkan kehidupan ini adalah kelas yang nyata tapi tak tampak. Bukan karna tak terlihat oleh mata, tapi karna seringkali kita abai dan tak peduli.
  Kalian pernah dengar tentang kisahku bukan? Itu lho yang kemarin di ceritain sama si Rizki di cerpenya yang berjudul KARIMA. Tau kan?
  Namaku Karima, teman-teman dekatku sih biasanya memanggil aku dengan nama Rima , dan seperti itulah adanya kisahku. Tak berlebih. Hanya saja kisah itu belum genap menceritakan apa yang terjadi padaku, sedangkan yang tak terlihat itu lebih besar pengaruhnya dari pada yang tampak.
  Saat itu langit malam yang tak bersaput awan, menyibakan rentetan rasi bintang yang berkerlap-kerlip. Namun tak ku hiraukan sedikitpun yang ada di atas sana. Aku terlalu sibuk  dengan apa yang tengah  menusuk-nusuk hatiku, sibuk dengan hatiku yang telah robek terhancur-hancurkan, sibuk mencari-cari siapa pelakunya, namun tak ku temukan kecuali diriku sendiri. Akulah yang merobek-hancurkan hatiku yang tersayat luka. Hanya aku.
    Kakiku berdiri tegap di atas jembatan penyebrangan. Tanganku memegang pagar besi di pingirnya. Sementara mataku yang telah basah dengan linangan air mata menatap kedepan dengan kekosongan yang tanpa harapan. Ku lihat di bawah, kendara'an berlalu-lalang dengan kecepatan yang tinggi. kalau saja ada orang yang tertabrak ,mungin ia akan terpental sepuluh meter ke depan lalu mati, fikirku.
   Ya mati, Hidupku sudah tak bermakna lagi. Kebahagiaan sudah hilang tak ada yang tersisa. Semua orang seolah tak peduli lagi padaku. Bahkan Tuhan pun seperti tak pernah melihatku. Aaahk, aku benci dengan diriku sendiri. Semua yang telah ku usahakan seoalah tak ada arti. Semua prestasiku, segala perjuanganku. Tapi, bukankah memang aku selalu sendiri. Tak pernah ada yang tulus menemaniku. Mereka hanya ada di sisiku untuk kesenangan mereka saja. Ya, dari dulu aku memang selalu sendiri.
   Tiba-tiba Memoryku teringat masa-masa kecilku. Aku tinggal sendiri di rumah besar berlantai dua. Di temani pembantu juga tukang kebun. Orang tuaku sudah bercerai semenjak aku bisa mengingat sesuatu. Dan aku tinggal bersama ayah ku, lebih tepatnya tinggal di rumahnya bukan bersamanya karna ayahku selalu pulang larut malam, itu pun seminggu sekali. Lalu dengan ibuku,,, entahlah, aku tak pernah melihatnya dan tak tau ia ada di belahan bumi yang mana. Setiap hari aku selalu sendiri, selalu rindu belai kasih dari seorang ibu. Kapan aku bisa seperti kalian yang selalu bersama dengan orang yang kalian sayangi. Bahkan ketika harus sekolah pun aku selalu sendiri. Sekolah di rumah.
  Fikiranku melesat mengingat-ngingat ketika usiaku menginjak tujuh belas. Mulai memiliki teman. Saat itu aku sudah kuliah di amerika. Aku adalah mahasiswi termuda waktu itu. Namun teman-teman ku tak mampu mengusir kesepianku. Hatiku tetap tak bertaman ramai, walau hidupku di kelilingi banyak teman.
                           ***
    Malam semakin larut. Kendaraan yang berlalu-lalang mulai senggang. Tanganku mencengkram besi pagar jembatan dari belakang. Tubuhku sudah berada di bagian luar pagar jembatan. Sementara kakiku bertumpu pada lantai jembatan yang tersisa. Ku lihat di depan mobil truk melaju dengan kencang.
   Mungkin inilah waktunya aku mengakhiri hidupku. Aku sudah tak tahan lagi dengan tekanan yang sedang menimpaku. Mobil truk di depan sudah dekat.inilah waktunya.  Ku langkahkan kakiku sembari melepaskan cengkraman tanganku. Entahlah seperti apa rasanya saat itu. Ketika tubuhku melayang siap di hantam truk yang tengah melaju kencang. Tiba-tiba hatiku merasa bersalah. Ada sedikit penyesalan yang tersirat. "Ouh tuhan berikanlah aku kesempatan".
   Sebercik harapan itu muncul. Tuhan memang maha mendengar apa dang di di bisikan hambanya. Seseorang dengan rambut acak-acakan yang kebetulan lewat, sedari tadi telah memperhatikan gerak-gerikku. Ia berlari cepat ketika aku mulai bersiap untuk loncat. Dan tangannya dengan sigap mencengkram tanganku yang sudah pasrah seolah tak ada harapan. Kemudian di tanganku ditariknya hingga sampe ke atas. Terlambat saja satu detik mugkin aku hanya tinggal nama.
   Tuhan itu selalu ada dimana pun kita berada, walau di dalam malam yang gelap di atas batu yag hitam legam, tuhan selalu memperhatikan. Hanya saja kita yang terlalu angkuh untuk mengakuinya.
   Lelaki dengan rambut acak-acakan itu kini berdiri di depanku. Matanya seola keheranan menatapku. Aku malu untuk menatapnya. Di mataku masih tergerai air mata. Aku juga malu untuk mengakui kalu dialah malaikat penolongku.
" loe ngapain ikut campur urusan gua , jangan so pahlawan loe" kataku dengan kepala masih menunduk.
" Loe tau gak apa yang gua rasai hah, siapa sih loe, kenal aja gua kagak. Loe liat gua sekarang, gua mesti nanggung penderitaan seberat ini, hati gua penat, hidup gua gak ada lagi harapan, kenapa loe gak biarin gua mati hah, GUA PENGEN MATI " teriaku seolah tak menghargai kebaikanya.
  " Maaf kalo tindakan gua tadi salah,  tapi kalo loe mau mati, ya mati aja. Hidup itu cuma sekali gan, sedangkan mati itu udah pasti. Tinggal loe pilih aja, mau mati gak berguna dengan hati yang gak tenang dan penuh kebencian. Atau mau mati dengan bahagia meninggalkan karya yang mempesona."
Luar biasa. Kata- katanya mematahkan segala argumenku yang membenarkan tindakan konyol tadi. Mulutku terbungkam seribu bahasa. Lidahku menjadi kelu. Butiran air menetes di sela-sela mataku, mengalir lembut di pipi. Tangisku semakin terisak-isak tak tau lagi apa yang harus ku lakukan.
  Lelaki itu mengulurkan tangannya seraya berkata
"nama gua Rahim, panggil aja 'Aim' ".
Sejenak aku terdiam, membiarkan ucapannya menggantung di udara.
" gua karima,    loe bisa panggil gua 'Rima' ". Suaraku memecah keheningan
Tangan kami saling berjabatan.

Malam itu adalah titik perubahanku. Aku mulai menata kembali hidupku. Mulai Merubah cara pandangku tentang kehidupan ini. Merancang ulang segala mimpi dan cita-citaku.
  
   Kawan, hidup ini terlalu singkat kalau hanya di isi dengan kebencian dan penyesalan. Sedangkan mereka yang kita temui suatu saat akan pergi juga. Sungguh sesak hati ini kalau mereka telah pergi namun hati tak sempat mengungkapkan kalau " kita mencintainya ".

By. Rizkipensilhitam

 
 

CINTA DIKEBUN JERUK 2

  Pagi itu sebercik kehangatan menelusuk ke sela-sela pori-pori. Kehangatan sang matahari yang masih terbiaskan embun pagi yang begitu tebal. Pemuda itu berjalan pelan menelusuri jalan setepak di antara hijaunya daun padi. Ia kini menggegas langkahnya dan besiap meloncat, yaapp, satu batu besar di antara jalan setapak di langkahinya. Jalannya kini terhati-hati di antara derasnya air sungai melangkah di bebatuan sungai. Ia tak berhenti sejenak, seperti kemaren. Langsung bergegas ke kebun.
  Kebun jeruk  yang tersusun rapi terlihat menawan. Kebun jeruk ini memang terletak di pinggir sungai, jadi suasana sejuk selalu terasa. Tak ada pagar ataupun pembatas diantara sungai dan kebun. Kalo hendak ke kebun dali selalu melewati sungai ini, walau seharusnya ia memutar lewat jembatan di sebelah hilir sungai dan masuk ke kebun lewat depan. Ia lebih suka lewat sini lebih sejuk dan nyaman.
  Saung _yang terletak di tengah kebun dengan desain tradisional  dan beratapkan injuk_ ini satu satunya tempat berteduh kalau badan mulai terasa lelah. Dindingnya terbuat dari bilik bambu dengan sebagian ruangan yang sengaja di biarkan terbuka. Bangunan sederhana ini memiliki dua ruangan, ruangan dalam dan ruangan luar. Di dalanya di fungsikan sebagai dapur dan ruangan luar sebagai tempat istirahat dan bersantai atau juga sesekali di gunakan untuk rapat.
   Pemuda ini meletakan peralatan yang ia bawa di samping saung. Tangannya kini mengenakan sarung tangan yang terbuat dari karet. Kepalanya sudah terpasang cetok untuk penghalang dari teriknya sengatan matahari. Ia mekangkah, hendak memeriksa semua kebun jeruknya. Tiba­-tiba suara yang tak ia kenal menyapanya
“ hey “.
 Sapa seorang gadis sambil bergerak menuju dali.
 Yang di sapa tak menjawab. Hanya menengaokan kepalanya seoalah melihat gadis kampung yang tak penting. Paling juga mau minta sedikit jeruk fikirnya.
  Gadis _dengan rambut coklat yang di ikat kebelakng serta mengenakan topi di kepalanya dan memakai kemeja yang kancingnya sengaja tak di kancingkan serta kaos putih bertuliskan virgin juga memakai celana jeans yang robek-robek_ ini terlihat tomboi sekali. Bagaimana dali tidak berfikir gadis ini gadis kampung. Juga terlihat dari cara jalannaya yang kayak lelaki.
  “ ada apa neng?. Kalo mau minta jeruk saya belum metik, nie baru aja mau meriksa. Kalo mau beli jangan di sini, di pasar aja sanah, di sini gk jual eceran sekilo dua kilo neng”
 “ NONG NANG NENG NEEEENG, emang loe fikir gua es nong nong apa”
Ketus si gadis dengan nada kesal.
 “ aduuh maaf neng eh teh, saya lagi buru-buru ya, entar saya kasih deh sebungkus, saya harus kerja dulu teh, memeriksa seluruh kebun jeruk ini”
“ eh , apa loe bilang, tadi loe ngatain gua es nong nong sekarang loe bilang tuh tah teh teeh, apaan tuh emang gua teh botol apa”
Si gadis semaki kesal.
“ yaudah deh mpok, saya berangkat dulu”
Ketus dali gak peduli sambil nyelonong pergi.
“ eih, tunggu-tunggu gua ikut dong”
Kata si gadis sambil mengikuti langkah dali.
  Hari ini kebetulan hari panen. Di kebun yang berurukuran tiga ribu meter persegi ini terdapat empat ratus pohon jeruk. Di setiap sudut terlihat titik-titik orange di antara hijaunya dedaunan. Dali melihat-lihat jeruk, memeriksa lalu memetik sebagian yang lain. Sementara si gadis hanya memperhatikan dan sesekali bertanya.
“ kenapa gak loe petik semuanya, kan yang tadi juga udah sama warnanya tuh” tanya si gadis dengan nada polosnya.
 “ tau apa kamu soal jeruk, ya terserah saya dong, saya yang nanam, saya  yang ngurus, saya juga yang metik, jadi mau metik yang mana aja ya terserah saya”. Ketus dali tanpa menoleh ke arah si gadis sedikitpun. Walau sebenarnya ia memetik jeruk tentunya dengan teorinya.
 “ eih dasar kolot luh. gitu aja marah-marah” .
  Dali segera melangkah dari satu pohon ke pohon yang lain. sementara si gadis mengekor di belakangnya. Mata si gadis sesekali memperhatikan wajah dali yang penuh dengan peluh keringat. Tangannya memeriksa salah satu buah jeruk yang sudah matang, meniru apa yang di kerjakan dali tadi.
“yang ini sudah boleh di petik belum bang?”
 tanyanya agak sedikit sopan.
“coba lihat”.
 Jawab dali sambil melihat jeruk yang hendak di petik oleh si gadis.
 “ boleh, petik saja terus masukin ke keranjang” jawab dali setelah sedikit penelitian.
 “ oke thanks ya, gua petik ya”.

 Sinarnya tepat berada di atas segaris dengan kepala. Keranjang yang tadi terlihat kosong kini telah penuh dengan buah jeruk yang segar. Mereka berdua segara menepi ke saung melepaskan sedikit lelah di bawah teduhnya atap injuk. Dali membaringkan tubuhnya di lantai yang terbuat dari papan sementara si gadis duduk manis di sampingnya.

bersambung... 
KARIMA

KARIMA

  Rasanya hidup terasa hambar. Kesibukan dalam setiap waktu seperti tak berarti. Seolah apa yang telah di raih tak ada gunanya. Wanita _ cantik berrambut hitam yang sebagian ujung rambutnya di cat berwarna ungu_ itu bernama karima. Nama yang sungguh indah yang artinya adalah mulia. Karima adalah gadis yang mulia di mata manusia. Betapa tidak selain memiliki paras yang cantik ia juga di anugrahi kecerdasan yang luar biasa. Pesonanya membuat semua lelaki tak bisa berkedip ketika menatapnya.
Usianya yg _ baru sembilan belas tahun_ terbilang masih muda sudah berada di puncak kemapanan yang tak bisa orang bayangkan. Sering kali ia mengisi seminar-seminar di berbagai daerah dengan tema MERAIH KESUKSESAN SELAGI MUDA. Penampilannya selalu menawan dan membuat semua yang hadir terpesona penuh motivasi.
  Adakalanya mentari yang terpancar tak selalu menghangatkan, ketika biasan embun pagi menyamarkan hangatnya sinar mentari. Semua orang tau akan kehangatan dan cahaya mentari yang mampu menelisik ke sela-sela pori-pori lalu terbangkitlah semangat yang terpatri. Tapi adakah yang berfikir tentang dzat matahari yang tak tampak. Adakah yang tahu bagaimanakah yg tengah di rasakan sang pembawa cahaya. Tak ada kawan. Hanya dirinya sendirilah yang tahu.
  Di apartemen yang terbilang mewah itu karima terlihat berdua dengan seorang pria yang tampan bukan main. Mereka saling merangkul.  Karima memandangi gelas berisi air yang ada di tangannya. di meja terlihat botol minuman yang bertuliskan WISKY.
"minuman kebahagiaan. Bersulang  sayang untuk kesuksesanku" ujarnnya sambil nenenggak minuman yg ada di tangannya. Lalu kemudian menitikan kembali minuman yang ada di botol ke gelas kekasihnya lalu merekapun meminum barang haram itu. Kini tak ada lagi gelas, ia langsung mengambil botol minuman dan menenggaknya. Malam semakin larut nafsu mereka semakin menjadi. Entahlah apa yang mereka berdua lakukan selanjutnya. Sungguh miris bukan. Kalian mungkin boleh bilang " itu sungguh tak mungkin " tapi hey kawan ini ceritKu terserah kalian mau percaya atau tidak. Ini adalah cerita yang terhebat lho yang pernah aku tulis. Lanjut.
Kesenangan adalah hal yang fana walau ia menghasilkan kebahagiaan tapi itu tidak lama.  Karna kesenangan itu timbul dari nafsu. Sedangkan nafsu itu akan binasa bersama para pemujanya. Padahal kebahagiaan itu harusnya abadi seperti  air yang tak pernah hilang.
Karima hidup dalam kemewahan dan kesuksesan, berada dalam cinta dan pengagungan. Tapi hati kecilnya selalu hampa, jiwanya tak ada yang bisa di mengerti, kadang ia tersenyum walau hati sesengguhnya tak tau kenapa ia mesti tersenyum. Kadang ia menangis tapi tak mengerti apa yang sedang ia tangisi. Kepenatan hidup memaksanya memilih hidup yang bebas tanpa batas agar hatinya selalu bahagia. Ia mengikuti segala arahan nafsu yang fana.
  Hingga pada suatu hari allah menyapanya.
  Pagi itu ia hendak pergi ke kantor perusaha'annya. Namu sejumlah polisi tiba-tiba datang memeriksa seluruh ruangan apartemen. Karima hanya terduduk di sofa depan. Mereka mencari sebungkus narkoba yang di sinyalir di simpan di apartemen ini. Karima duduk santai saja karena ia fikir ia bukanlah pemakai, jadi gak mungkin lah barang itu ada di apartemennya. Tapi entah siapa yang naro tuh barang haram di bawah laci meja tempatnya bekerja. Sial, ternyata barang itu ada di sana dan karima di nyatakan sebagai tersangka penyeludupan narkoba. Ia pun di jebloskan ke dalam penjara yang pengap selama berbulan-bulan sebelum ia di nyatakan tak bersalah. Di sana ia mendapatkan siksa'an batin dan tekanan mental yang tiada henti. Walau ia di nyatakan tak bersalah tapi tetap citranya telah ternodai. Kini ia telah bebas dari penjara namun teguran dari allah belumlah selesai. Perusaha'an yang ia pimpin mengalami kebangkrutan. Para penagih hutang silih berdatangan. Satu persatu aset beralih kepemilikan, perusahan-perusahaan yang telah ia rintis semuanya hancur bangkrut. Tak ada lagi yang tersisa kecuali apartemen tempat ia tinggal.
  Ia bergegas melangkah menuju apartemen untuk melepas penat. Di bukanya pintu apartemen satu-satunya harta yang tersisa. Karima terkaget bukan main, matanya terbelalak seolah tak percaya. pacarnya yang ia sayangi sedang memadu kasih bersama  perempuan lain yang tak ia enali. Mereka berduapun kaget terkencing-kencing segera memakai apa saja yang bisa menutupi tubuh mereka.
" keluar " teriak karima dengan dada tersesak.
" keluar sekarang juga, anjing! bangsat! " teriak karina makin emosi.
Tapi yang di teriaki malah tersenyum sinis. Pria itu mendekati karima. Mereka saling menatap. "Plaaak" tangan karina telak menampar pria yang ada di hadapannya. Si pria mengelus-ngelus pipinya sambila tersenyum sini " keluar kau bilang hah," kata si pria dengan kalemnya. Lalu si priapun mengambil sebuah berkas. " kau lihat siapa yang punya apartemen ini hah!" Teriak si pria "heh pelacur dungu, kau fikir kau hebat hah, semua orang menyanjungmu, semua orang mengenalmu sebagai enterprener muda dan trainer yang hebat, hahahaa" kata si pria sambil tepuk tangan . " kau hanyalah pelacur murahan yang jadi mainannya lelaki ..." "plak" tamparan karima memotong kata-kata si pria. Karina langsung bergegas keluar dengan air mata yang bercucuran n.
  Mata karima menatap lurus ke depan sementara hatinya sibuk menerawang ke belakang. Ia berdiri di atas jembatan penyebrangan. Di bawahnya terdapat kendaraan yang berlalu-lalang. di tengah malam di bawah berjuta rasi bintang yang terbiaskan cahayanya. Matanya di penuhi dengan linangan air mata. Terlebih lagi hatinya benar-benar sedih terhancur-hancurkan. Tak ada harapan. Oh tuhan,,, inilah caramu menyapa hambamu, bukan , bukan seperti ini cara tuhan. Tapi hambanya yang selalu bebal dan tak peduli sehingga tuhan memaksanya agar ia kembali.
  Bayangkan kawan, kalau kau yang ada di sana di samping gadis cantik yang tengah sedih hatinya apakah akan kau campakkan? Atau sengaja modus memanfaatkan situasi sebagai kesempatan,?
Tidak kawan, biarkan saya melanjutkan ceritanya terlebih dahulu.
  Karina yang dulu selalu tersenyum, masa depan penuh gairah, cantik dan berenergi. Kini ia terlihat lusuh, matanya sendu karna terlalu sering menangis.
Ia selalu menangis. Tapi bukan karna kekayaannya yang ludes bukan juga karna pacarnya yang bodo telah meninggalkannya. Ia selalu merenung betapa rendahnya ia. Betapa tak berharganya ia. Hmmmh.
  Sudah tiga hari ia meninggalkan apatermennya. Dua malam kemaren ia menginap di hotel dan kini uangnya sudah habis. Tak mungkin harus menginap lagi di hotel. Ia mencoba menghubungi teman-temannya tapi tak ada yang menyahut. Mereka katanya tak mau di repotkan lah, Lagi metting lah, lagi di luar negri lah. Tak ada yang bisa di harapkan dari mereka.
Siang sudah hampir berakhir. Mentari sebentar lagi terbenam. Suara adzan maghrib di kumandankan dengan nada nahawand yang menyentuh. Hatinya tersayat-sayat ketika mendenngarkan suara adzan. "allah" hatinya bergumam "aku kembali".
Ia melangkahkan kakinya menyambut panggilan tuhan.
  Ia melihat orang-orang membasuh mukanya lalu tangannya lalu kakinya. Oh tuhan ia tak tahu cara berbakti padamu, bahkan tak tahu cara berwudhu. Lalu karima _ dengan pakaian yang serba terbuka_ meniru apa yang di lakukan orang. Orang-orang memandangnya dengan tatapan aneh, mungkin karna pakaiannya. Tapi karima tak peduli ia ingin kembali kepada tuhannya.
Karina mengenakan mukena yang di sediakan marbot masjid. Ia shalat dengan khusunya. Lantunan ayat demi ayat yang di bacakan imam sungguh membuat hatinya luluh dan lembut. Hatinya menangis tersendu sendu. Lalu rukuk, sujud, salam. Kemudin Berdo'a dengan nada yang liri  " allah, engkaulah yang maha penyayang sayangilah hambamu, allah, engkau yang maha cinta cintailah hamba dengan rahmatmu, allah, engkau yang maha penerima taubat, aku kembali padamu maka terimalah taubatku". Pintanya .
Mungkin kau tak melihatnya kawan. Tapi lihatlah ! Doanya membuat para malaikat bertasbih kepada tuhannya. Doanya menembus mengguncangkan penghuni langit.

Kawan sebenarnya saya pengen berlama-lama menceritakan tentang si gadis bernama karima ini. Tapi aku ingin menyimpannya untuk bahan novelku. Biar kalian penasaran hehe.
Tapi ketahuilah kawan-!-!

Kebahagiaan itu ada dalam hatimu. Maka gali lah hatimu dengan alquran.
Lalu apabila hatimu sudah mendapatkan ketentraman dan kesejukan. Maka pertahankanlah dengan alquran. . . So selalu istikomah bersama alquran.

CINTA DI KEBUN JERUK

CINTA DI KEBUN JERUK

 Malam hampir berlalu. Fajar sodik sudah terlihat di ufuk timur.dingin menyelimuti ruang udara. Di tambah semilir angin membuat mata malas unuk melihat. Pengennya merem lagi ,mimpi lagi. Ya hanya mereka yang di rahmati allah yang bangkit menyampurnakan wudhu nya. Lalu melangkahkan kaki  menyambut seruan kemenangan.
  Suara bedug di pukul dengan nada naik turun oleh marbot mesjid, memecah keheningan malam yang hampir berrakhir. Suara adzan di kumandangkan dengan nada klasik sama si kakek yang tadi memukul bedug. Maklum di kampung ini pemukul bedug sama muadzin seolah jadi pusaka yang hanya di wariskan kalau orangnya sudah meninggal. Macam raja saja . tapi memang seperti itulah kenyataannya. Satu dua orang mulai berdatangan . namun hanya satu, dua, ya Cuma dua orang yang datang . satu pak imam yang sudah tua renta. Satunya lagi tukang sapu-sapu di halaman mesjid. Jadi jumlah mereka tiga orang.  Eih , seharusnya empat sih kalau saja pak haji tak sedang sakit parah dan hampir sekarat. Bagaimana kalau mereka telah tiada?. Siapa yang akan mengisi dan menghidupkan mejid ini.? kemanakah para pemuda yang masih sehat dan bugar.? Masihkah mereka mendengkur nyaman sementara pangilan telah berkumandang.? Entahlah, mugnkin beberapa taun lagi msjid ini akan menjadi tempat yang paling angker di kampung ini karena tak ada lagi yang datang kepadanya. Atau mungkin sang pembaharu telah allah siapkan. Menyeru, membuat jama’ah subuh sepadat jama’ah jum’at. Miris memang tapi bukan di sini kisah ini di mulai. Bukan tentang orang tua di mesjid ini. Bukan juga tentang bedug yang sudah usang atau tentang mesjid yang kian angker. bukan. ini tentang hati yang seharusnya bahagia namun malah tertunduk kecewa.
***
   Embun masih terlihat tebal. Dinginnya pun masih terasa. Cahaya mentari terbiaskan oleh kabut. hari ini pemuda itu berangkat lebih awal memulai aktifitasnya sebagai penjaga kebun jeruk. Langkahnya terlihat tegap. Di raut mukanya terpancar senyuman. Dengan tas di punggung. Juga mengenakan topi bulat di kepalanya. Namanya dali. Hari ini dua pekerjanya  izin tak bisa hadir, Jadinya ia mesti datang lebih awal. Mumpung masih pagi, Juga biar cepet selesai.
   Langkahnya kini terlihat hati hati. langkah-melangkah menyebrangi sungai yang deras nan lebar. Loncat-meloncat menyusuri batu-batuan besar. Langkahnya kini terhenti di tengah desiran air sungai. Bukan karna ada bahaya. Tapi ada sesuatu pemandangan nan indah yang sedang di tunggu. Tepat ketika ia berada di tengah-tengah sungai. Di antara bebatuan yang berjejer tak beraturan. Lalu duduk sila . menghadap ke arah hulu.
   Air sungai yang mengalir deras mebentur bebatuan besar membuat gemuruhan air yang menenangkan. Embun pagi masih melekat di dedaunan . dan mentari yng belum lama muncul memancarkan sinanya, menyentuh embun dan percikan air sungai, lalu terciptalah pelangi indah. Sungguh, indah nian pemandangan itu. Sunguh, setiap mata yang melihat kan terasa teduh. Hatipun jadi tenang.
­­                                  ***
   Seseoamg dengan kemeja rapi putih berjalan bergegas di antara jejeran pohon jeruk. Nafasnya sedikit tersenggal. Sesekali menyibakan ranting yang menghadang. Matanya mencari-cari. “ itu dia” serunya dalam hati. Lalu bergegas  mendekat ke arah pemuda yang tengah asik mengurus pohon pohon jeruk.
 “ hai dali “
 sapanya seseorang dengan kemeja putih itu.
 “ hai  dani “
 jawab dali sambil menengok dan menghentikan pekerjaannya.
 “ ada apa ? sepertinya ada sesuatu yang serius yang harus di bicarakan” lanjutnya .
 “ mari “
 ajak dani sabil jalan ke arah saung. memang di tengah kebun jeruk yang luas ini terdapat saung yang fungsinya sebagi tempat istirahat atau sekedar tempat melepas lelah. Terbuat dari  kayu jati dengan dengan atap yang terbuat dari injuk dan lantai panggung.
   “ ada berita besar yang harus kau ketahui kawan “
 kata dani yang sudah lebih awal berada di gubuk. 
 “ oummh. berita apa tuh dani “
 jawab dali sambil menitiksn air es jeruk ke dalam gelas.
 “ kamu duduk sajalah dulu dali”
 titah dani sambil menenggak es jeruk dengan lahapnya .
 “ haus apa doyan nih, ? Nih kalo mau nambah masih banyak kok”
 kata dani sembari menggoda. 
 Cukup sudah basa basinya kini raut muka dani mulai serius.
Sambil membuka laptopnya dani bercerita tentang pertemuannya di jakarta dengan enterprener muda yang berbakat.
 “ ia menawarkan akan menjalin hubungan bisnis dengan kita dali, jeruk jeruk kita ini takan usang lalu di bagi bagikan ke orang sekampung karna kurangnya peminat” kata dani semangat . 
“ jadi apa rencanamu Dani ?“   dengan respon dali penuh antusias. 
“ besok lusa ia akan kesini kawan, melihat seberapa baguskah kualitas jeruk kita, nah itulah mengapa aku datang ke sini sekarang, memberi tahu kau agar mempersiapkannya, aku prcaya pada kau kawan “
 penjelasan dani yang cukup jelas, walau itu adalah berita yang akan membuat dali harus berangkat lebih awal dan pulang lebih sore. Tak apa lah, lagian juga tak ada yang menantinya di rumah, tak ada siapa-siapa.
   Es jeruk di gelas telah habis, hanya menyisakan bulir-bulir jeruk yang menempel di dingding teko. Dali sesekali menengok ke arak kebun jeruk sambil memperhatikan jam yang ada di tangan dani sambil mengerut ngerutkan matanya yang mengisyaratkan kalau ia mesti menyelesaikan kerjaannya.
 ” ya ya dali, aku tau kau selalu pusing berlama lama bicara denganku” 
  dani seolah hafal gerak geerik yang di lakukan kawannya mengisyaratkan agar segera mengizinkanya segera pergi.
   Dali segera menyambung kembali pekerjaannya yang tadi terpotong. Tangannya lincah memeriksa setiap pohon-pohon yang sedang berbuah. Lelah benar mungkin ia hari ini. Namun sudah tak ada lagi rasa lelah di hatinya. Seandainya malam tak ada dan manusia tak butuh istirahat, mungkin ia tak ingin berhenti bekerja seharian. Walau sesekali ia menepi ke saung untuk minum agar kembali segar. sengatan matahari di tengah hari bukanlah masalah besar baginya. kalau kau lihat kulitnya dali ia nampak gelap legam karna seringnya terbakar teriknya matahari, walau aslinya ia berkulit sawo matang.
   Cukup sudah, semua pekerjaan di kebun telah usai. Langit yang bertumpuk awan terlihat menguning di terpa sinarnya mentari sore. Burung-burung pipit berterbangan , bergegas pulang setelah puas makan biji padi  seharian. Jendela jendela rumah segera ditutup. Anak anak kecil bergegas pulang ke rumah msing masing takut di marahi sama ibu mereka. Hari semakin petang. Pemuda yang kau kenal dengan nama dali sedang menenggelamkan dirinya di sungai , di balik batu yang kalau lihat dari atas ber bentuk hati, di antara derasnya air yang mengalir.
   Malam telah tiba. Keheninngan menyergap setiap dingding rumah yang terbuat dari bambu. Semakin larut malam semakin dingin suhu yang menyentuh. seoalah tak ada lagi kehidupan, teraa sepi, terdengar sunyi, walau suara jangkrik dan kodok saling bersahutan di sawah. Malam selalu saja begitu kawan. Namun tak ada kah kau perhatikan di langit sana sungguh berjuta rasi bintang telihat menakjubkan, berkerlap-kerlip menyisakan harapan yang tersisa. Sungguh semakin sunyi malam yang kau saksikan, semakin dekat kau dengan alam, terasa dekat kau dengan dirimu sendiri, sungguh tuhan pada watu itu membukakan hijab antara dirinya dengan hambanya. Sementara di bumi manusia malah berdengkur kencang, tertidur dengan lelapnya. Hatinya mengikuti warna malam, gelap. Tak ada harapan . walau Harapan selalu ada menyongsing di esok hari. Karna siang yang esok bukanlah siang yang kemaren. Karena esok adalah esok yang penuh harapan.


bersambung...